
Malam itu begitu menggigit. Seorang bayi yang masih merah, tergeletak pasrah di bantaran kali Ciliwung. Kala itu, seorang pekerja serabutan bernama Aminah yang baru pulang kerja, mendengar tangis bayi itu. “Masya Allah, siapa yang membuang bayi ini!!??”, dalam hati, Aminah teringat akan doa-nya kepada Allah yang menginginkan seorang anak. “Ya Allah jika memang ini caramu memberi hamba seorang anak, terimakasih banyak ya Allah…”. Ia menatap bahagia bayi mungil di depannya, lantas membawa-nya pulang.
Suami-nya telah lama meninggal, dan kini bayi yang dia beri nama Imam itu, ia besarkan sendiri. Sepuluh tahun berlalu, Imam telah tumbuh menjadi seorang anak pintar dan berbakti. Ia sangat tahu diri dengan keadaan keluarganya yang miskin. Setiap hari sepulang sekolah, ia selalu membantu orang tuanya mencari nafkah, apakah itu berjualan koran, pisang goreng, dan sebagai-nya. Iman bersekolah di SD yang cukup mahal dan berkualitas, itupun karena salah 1 majikan ibu-nya adalah guru di SD itu. Siang itu Imam sangat haus saat berjualan, Imam tahu, ia boleh memakai beberapa ratus uang hasil jualannya untuk membeli minum. Namun karena waktu berjualannya sudah hampir selesai, ditahannya rasa haus itu. “Kasian emak, hari ini pisang gorengnya ngga abis”.
Saat hendak pulang, Imam bertemu 3 teman SD-nya yang kerap membuat keonaran. “Ahahahaha, liat nih. Bocah miskin yang belagak, masuk ke sekolah kita. Liat noh, lagi jualan pisang dia!” ejek teman-temannya. Iman sudah terbiasa diejek seperti itu, tidak mempedulikannya. Salah seorang-nya lagi pun menambahkan “Dasar anak jablay lo, emaklo tuh kotor mam!!” kali ini Imam mulai tidak tahan, jika sudah menyangkut emak-nya, imam selalu sangat marah. Lalu seorang temannya lagi ikut menambahkan “Mendingan kita beli aja emaknya! Ia ga bos??” Imam menaruh dagangannya, lantas ia mengambil kuda-kuda. Ia sudah cukup yakin dengan ilmu silat yang ia pelajari selepas mengaji di saung.”Sini lo pada! Ribut aja kalo berani!” melihat sikap Imam yang begitu PD mengajak berkelahi, gentar juga ke-3 temannya itu. Namun mereka tidak mau malu. 1 diantara mereka maju mengepalkan tangannya danhendak meninju wajah Imam. Beberapa detik sebelum mengenai wajah Imam, Imam menghindar seraya menghentakkan kaki-nya mengenai ulu ati temannya itu. Ia jatuh dan tidak bergerak, Imam yang semakin PD menunjuk kedua temannya yang lain sambil berkata “Maju lo ber2” tak disangka mereka berdua maju menyerang tak beraturan sambil mendorong tubuh imam, Imam terjatuh. Kontan ke2 temannya itu langsung mengeroyok Imam. Sedangkan 1 orang yang sudah dikalahkan Imam, ternyata sudah berdiri kembali, dan bersiap menghajar Imam. Saat itu Imam sudah pasrah, mulut-nya komat-kamit membaca istighfar. Tiba-tiba ke3 temannya itu kabur, Imam yang bingung langsung melihat sekeliling, ternyata sesosok Polisi sedang mendekati dia. “Kamu ga apa-apa nak??” Imam kagum sembari mengangguk, lantas polisi itu pergi diiringi pandangan takjub Imam.
Semenjak itu, Imam sudah bercita-cita menjadi polisi. Bayangkan saja, hanya melihat seragam-nya, ke3 teman berandalannya itu sudah terbirit-birit. Sejenak, ia teringat perkataan teman-temannya tentang emak-nya. “Benarkah aku anak haram??” batin Imam dalam hati. Imam menemui emaknya lalu menanyakannya. “Mak, bapak Imam ini kemana sih??” sejenak wajah emak berubah kaget, lalu menjawab “Emak ga tau mam”. “Kenapa ngga pulang kesini?” lanjut Imam, “Emak juga ga tau mam” jawab emak berat. Imam yang berpikir hanya membuat hati emak sakit, mengurungkan niat-nya untuk bertanya lebih jauh, ia yakin emaknya sosok yang jujur dan tidak akan membohongi dia. Besoknya ia mendatangi kantor polisi, dan disana ia melihat Polisi yang kemarin menolongnya. Imam hanya beku di tempat, ketika hendak melangkah pergi, Imam disapa oleh polisi itu, “Ada apa nak??” Imam gugup, tanpa sadar ia menjawab “Mau beli pisang goreng ga pak??”. Polisi itu tertawa “Sebenarnya saya baru makan, tapi bolehlah 2-3 biji, 1-nya berapa nak??”. Wajah Imam mendadak cerah “Li..li..5 ratus pak”. “Ya udah beli 2, bntar ya” lalu Polisi itu berteriak ke teman-temannya. “Hoooi pada mo beli Pisang goreng kagaa??”. Dagangan Imam pun laku keras disitu, Ia pulang cepat dengan nampan yang sudah kosong.
“Kamu berantem ya mam??” tanya emak lesu ketika Imam pulang. Imam yang mendengar itu langsung pias “I..i..ia mak”. “Besok emak dipanggil ke sekolah, kenapa sih ko kamu pake berantem??”. “Abis..mereka pada ngatain emak, Imam kan kesel”. Emak kasian juga, karena status-nya, imam terus menerus diejek disekolah maupun di rumah, malam ini emak hendak menjelaskan status Imam yang sebenarnya. Malam itu hujan sangat deras, hati Imam seakan hancur mendengar penjelasan emak tentang diri-nya. Ia tidak menyangka kalau selama ini emaknya membohonginya selama belasan tahun. Imam lari keluar karena kecewa, sedangkan emak mengejarnya dengan panik, sebab arus kali ciliwung sangat deras karena hujan lebat ini. Imam terduduk diatas pohon besar tempatnya biasa merenung. Ia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ia tidak mempedulikan emak yang sedang mencari sembari memanggil-manggilnya di bawah. “Imaaaaaam” “Maaaam maafin emak maaaam” kaki emaknya sudah menyentuh bantaran kali ciliwung yang licin.” Imaaaam kamu dimana naaak” emak memanggilnya setengah menangis “Imaaaaaaaam” Imam masih menangis “Imaaaaaaaa…”. Imam bahkan tidak sadar kalau panggilan emak yang terakhir tidak sampai habis. Ia baru sadar ketika keesokan harinya melihat sosok emak yang sudah kaku ditolong warga. Emak terseret arus kali ciliwung ketika mencari Imam. Imam sangat menyesal, sepanjang hari ia menangis.
Berita ini sampai ke telinga Polisi yang saat itu menolong imam dari anak-anak berandalan. Ia iba pada Imam, lantas mengangkatnya sebagai anak, dan membiayai pendidikannya hingga sarjana. Dan kini Imam telah menjadi Komisaris Polisi bagian jakarta pusat. Ia telah menjadi Polisi yang paling bersih, jujur dan soleh, semua anak buahnya sangat menghormati dan mengaguminya. Imam pun bangga dengan karirnya, satu-satunya hal yang paling ia sesali seumur hidup, hanyalah saat ia marah dan dengan sangat egois membiarkan emaknya yang cemas mencari-carinya hingga terseret arus ciliwung. Imam menangis mengingat peristiwa itu. Namun kini ia telah menjadi Komisaris polisi yang ia cita-citakan sejak kecil.
0 komentar:
Posting Komentar